Home » 212Mart, Fenomena Model Bisnis Akhirat yang Akhirnya Menjerat

212Mart, Fenomena Model Bisnis Akhirat yang Akhirnya Menjerat

by admin
495 views

Opini Publik: radarpublik.net – Secara identik 212 adalah brand politik identitas. Lalu oleh sementara kalangan dikonversi (dikomersialisasi) menjadi bisnis, toko ritel 212Mart. Ini katanya demi membangkitkan perekonomian umat. Umat yang mana?

Nah itu dia!

Pertanyaan tentang umat yang mana? Dalam kaca mata bisnis atau pemasaran, ini artinya soal segmentasi. Tentang, how do you read the market?

Ini model bisnis yang lahir dari euphoria politisasi agama yang pekat SARA. Waktu itu demi menjatuhkan Ahok-Djarot dan mengerek Anies-Sandi. Kalau begitu, bagaimana mungkin bisa merambah ke segmen konsumen yang rasional serta nasionalis?

Ini soal segmentasi, targeting dan positioning dalam disiplin pemasaran (marketing), hal yang sangat mendasar dalam strategi bisnis.

Baca juga:  Sinyal Pelanggaran HAM BERAT Rezim Jokowi

Sedari awal bisnis semacam ini sudah membatasi pasar (segmentasi), untuk kemudian memilih sasaran konsumen (targeting), dan mengambil posisi (positioning) yang nyatanya detrimental dengan sikap dari porsi pasar terbesar, yaitu masyarakat yang waras dan rasional.

Umat, itu sebutan untuk penganut agama (agama apa saja). Sedangkan dalam ekonomi, bisnis atau disiplin pemasaran istilahnya para pelaku bisnis, sebagai produsen atau penjual di satu sisi serta pembeli di sisi lainnya. Keduanya berinteraksi di pasar (market).

Konsumen, pelanggan atau pasar itu dalam proses pembelian (purchasing) pada umumnya menggunakan formula yang sangat sederhana, cost-benefit analysis. Atau ‘cost vs value’ analysis. Analisa itu termasuk juga komparasi, membandingkan dengan penyedia jasa atau barang lainnya (kompetitor).

Cost itu bisa monetary (financial) maupun yang non-finansial (effort, usaha, waktu, tenaga, dll). Begitu pun benefit (value)nya, bisa berupa hitungan untung rugi finansial, maupun yang emosional (gengsi, dll).

Baca juga:  Mengelola Konflik Dalam Rangkaian Jaring Pemberantasan Korupsi

Sedangkan motif pembelian (purchasing motives) yang berlandaskan sikap “lantaran seiman” itu sesunguhnyalah sangat rapuh. Di awal mungkin saja ramai, lantaran masih dalam suasana euphoria.

Namun dalam perjalanan waktu, kelanggengan suatu bisnis lebih ditentukan oleh produsen atau penjual yang unggul dalam faktor QCD (Quality, Cost and Delivery) plus Inovasi.

Dan itu akhirnya tebukti, paling tidak di kasus 212Mart Samarinda. Toko 212Mart di sana bermasalah. Masalah apa?

Related Articles