Opini Publik: radarpublik.net – Meskipun telah didirikan inovasi pengurusan Satu Pintu dalam hal masyarakat mengurus segala kepentingan izin dan dokumen negara di Mall Pelayanan Publik sebagai implementasi kemudahan masyarakat mendapatkan legalitas surat izin/dokumen, tetapi dalam kenyataannya faktor terbesar bidang Pelayanan ini, beberapa survey terhadap indeks kepuasan masyarkat, menganggap bahwa Faktor Perizinan penyumbang Indeks Persepsi Korupsi yang menyebabkan masih bertenggernya pada puncak/rating penyumbang kontribusi, hal ini karena anggapan pemohon adalah kaum pebisnis yang membutuhkan layanan publik atau skema legalitas perizinan yang diberikan para pejabat yang berwenang.
Ketua Ombudsman RI, Danang Girindrawardana menuturkan “Banyak potensi pungutan liar dalam sektor izin usaha, pasalnya, birokrasi di level daerah (kabupaten-Kelurahan Desa) dinilai berbelit dan melibatkan banyak lapis pegawai negeri” dan “SKDP menjadi potensi pungli lantaran panjangnya mata rantai birokrasi dan berlarutnya dokumen yang melibatkan banyak aktor pegawai negeri, di Jakarta, Senin (22/12). (CNN Indonesia/Aghnia Adzkia)
Pemimpin daerah, merupakan pejabat publik yang berwenang memberikan legalitas perizinan kepada pemohon dalam kapasitas pengesahan izin-izin tertinggi dalam kapasitas pembubuhan tanda tangan pada tingakatan izin lokal, selain izin kewenangan pada tingkat pusat/kementrian. Pemohon individu, maupun badan usaha yang akan berusaha dalam kebutuhan legalitas operasi kegiatan usahanya akan menjadi target dalam mendapatkan pundi-pundi keuangan hasil tindakkan korupsi, yang akan disetorkan kepada atasan sampai Kepala Daerah yang menjabat/terpilih.Pejabat sekelas kepala dinas, sudah menjadi rahasia umum dan persepsi tendesi negatif di mata masyarakat, bahwa kekuasaan mereka untuk dipilih dan menduduki jabatannya sebagai orang yang dipilih/rotasi oleh seorang Bupati/Pemimpin Daerah dapat “mengkondisikan” pundi-pundi keuangan hasil skema korupsi di bidang pemberian izin-izin.
Pelayanan Publik, merupakan salah satu Sektor Perangkat Kedinasan yang masih dianggap “basah” menyumbang hasil skema korupsi oleh Kepala Daerah yang yang menitipkan pesan “negatif” kepada (Kepala Dinas) yang dipromosikan untuk menduduki kursi jabatannya.