Home » Membaca Partai Politik Dengan Jernih, Senjakala Berhala Politik » Halaman 3

Membaca Partai Politik Dengan Jernih, Senjakala Berhala Politik

by admin
62 views

Karat-karat yang menggerogoti mesin politik ini menjadi busuk terus dibiarkan. Pembiaran terjadi boleh jadi memang karena sifat oportunistik dari para pelaku politik yang tidak lagi visioner apalagi berjiwa negarawan. Mereka sekedar petualang politik yang aji mumpung mempraktekan politik dinasti, nepotis demi menguatkan oligarkinya semata.

Demi melanggengkan kekuasaan mereka rela menghipnotis rakyat dengan demagogi politik yang menggiring opini bahwa partai politik adalah sesuatu yang sakral. Dengan menggunakan sejarah sebagai alat pembenaran, mereka meng-klaim partainya sebagai ahli waris tunggal Bapak Bangsa tertentu. Perih dan jatuh bangunnya perjuangan mereka dipakai jadi legitimasi/pembenaran kesalahan (fraud) yang berlangsung kronis, dan sekarang jadi akut.

Padahal Bapak Bangsa ya Bapak Bangsa bagi seluruh rakyat, bagi seluruh faksi yang ada sebagai komponen anak bangsa. Demagogi murahan seperti ini anehnya bisa juga menjerat banyak orang yang mengaku dirinya cendekiawan atau intelektual.

Baca juga:  Masih Gampang Tersinggung? Habis Gelap, Kapan Terbit Terang?

Jadi pokok persoalannya adalah kembali soal daya kritis, soal keterbukaan pikiran dan keterbukaan hati. Juga soal keberanian menjelajah ke terra-incognita (wilayah-wilayah yang belum kita kenal).

“Jelajahilah dan jangan pernah takut melangkah. Hanya dengan itu kita bisa mengerti kehidupan dan menyatu dengannya.” Begitu pesan Soe Hok Gie tadi.

Setiap keputusan selalu mengandung resiko, termasuk keputusan untuk menjelajah (termasuk mempertanyakan hal yang dianggap sakral). Resikonya kita bisa dianggap membangkang, aneh dan akhirnya diasingkan. Namun, “Lebih baik diasingkan daripada menyerah pada kemunafikan!” Tegas Soe Hok Gie lagi.

Baca lagi renungan Soe Hok Gie diatas. Sampai kita tiba pada pemahaman, dimana partai politik (dengan sejarahnya masing-masing) tetap mesti dengan berani dikritisi, dijelajahi terus area-area gelap untuk diberi keterangan (dibuat jadi terang). Kalau perlu kita terlibat di dalamnya, “Bagiku sendiri politik adalah barang yang paling kotor. Lumpur-lumpur yang kotor. Tapi suatu saat di mana kita tidak dapat menghindari diri lagi, maka terjunlah.”

Related Articles